SUMUTNEWS.CO – Jakarta | PT J.P.Morgan Sekuritas Indonesia menilai adanya Omnibus Law UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang sudah disahkan dalam Sidang Paripurna 5 Oktober silam sebagai satu katalis positif untuk pasar keuangan di Indonesia.
Hal ini lantaran UU baru ini dianggap sebagai reformasi untuk kebijakan-kebijakan yang ada di Indonesia, salah satunya untuk menarik investasi langsung (foreign direct investment/FDI).
Executive Director, Head of Indonesia Research and Strategy JPMorgan Sekuritas Indonesia Henry Wibowo mengatakan investor asing sebelumnya melihat perkembangan UU ini akan terhenti karena adanya pandemi Covid-19.
Namun ternyata pemerintah Indonesia bisa membuktikan bahwa UU ini bisa disahkan dalam kondisi saat ini.
“Tapi kita melihat in the middle of pandemic meski kita belum selesai, ternyata berhasil disahkan di tanggal 5 Oktober,” kata Henry dalam wawancara dengan CNBC Indonesia TV, dikutip Selasa (20/10/2020).
“Jadi saya rasa ini menjadi light at the end of the tunnel di mana kondisi Indonesia masih belum pulih of the Covid pandemic tapi ternyata ada katalis baru Omnibus Law Cipta Kerja untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan lapangan kerja dan yang paling penting membawa investasi untuk masuk ke negara kita,” katanya.
Dia mengungkapkan, UU ini dibutuhkan untuk meningkatkan kontribusi FDI terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Selama beberapa tahun terakhir, kontribusi FDI terhadap PDB di dalam negeri baru sebesar 1,5%-2%, jauh berbeda dengan contoh di Vietnam yang sudah berkontribusi 6%-7% per tahun.
“Kita melihatnya Indonesia mau masuk ke Asia’s manufacturing hub. Kita tahu Asia’s manufacturing hub ini dipegang oleh China, mereka buka ekonominya tahun 2005 dan ke depannya, tapi satu dekade terakhir atau lima tahun terakhir itu banyak sekali negara-negara yang mau menjadi part of the Asia manufacturing hub seperti contohnya Vietnam dan Thailand, dan juga India,” jelas dia.
Kabar baik pun mulai masuk ke dalam negeri dengan adanya Omnibus Law tersebut, seperti rencana Tesla untuk membuat pabrik baterai di dalam negeri, sama halnya dengan LG Chem yang juga merencanakan hal yang sama.
Dengan demikian, Henry menilai UU ini diharapkan benar-benar bisa membuka lapangan kerja di dalam negeri dan berdampak pada PDB Indonesia.
Namun demikian, saat ini efek Omnibus Law ini masih belum cukup tercermin dari pergerakan pasar saham.
Lantaran investor asing masih menunggu implementasi langsung UU ini, ditambah dengan tingginya gelombang resistensi dari beberapa kelompok dinilai akan menimbulkan ketakutan calon investor untuk untuk menanamkan modalnya.
“Padahal kalau kita mengerti dengan omnibus law secara detail harapannya adalah kita bisa sadar bahwa ini sebenarnya win-win buat Indonesia. Dengan harapan dengan adanya Omnibus Law ini FDI bisa masuk, cipta kerja juga bisa lebih besar dan harapannya adalah protes-protes atau demonstration bisa lebih cepat selesainya,” pungkasnya.
Selain itu, investor masih menunggu aturan turunan pemerintah yang akan menjelaskan lebih detail mengenai UU tersebut.
Omnibus Law adalah Undang-Undang (UU) yang disusun guna menyasar satu isu besar yang bisa mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana.
Ada tiga hal yang disasar dalam Omnibus yakni UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM. Adapun RUU Omnibus Law khusus Cipta Kerja sudah disahkan DPR menjadi UU Ciptaker pada 5 Oktober lalu tapi menuai gelombang protes buruh dan mahasiswa.
Sebelumnya Henry memprediksi jika UU baru ini isinya sesuai dengan ekspektasi pasar, artinya diterima oleh pasar dan pelaku usaha, kondisi pasar keuangan dan pasar modal diprediksi akan bagus.
Sebaliknya, jika kontennya tak sesuai ekspektasi, ada kemungkinan pasar akan ‘goyang’.
“Market akan cermati kontennya apa, kalau diketok jadi law, kalau konten ga bagus maka market sideways, ga gerak, tapi diketok dan kontennya bagus saya rasa akan menjadi katalis positif bagi market. IHSG bisa ke level 5.000-6.000 dalam 6-12 bulan ke depan jika Omnibus Law positif,” katanya.
Dikutip dari www.cnbcindonesia.com
Editor: ARI
Komentar