Seorang Saleh Khalid (Catatan Harry Azhar Aziz : Ketum PB HMI 1983-1986)

M. Saleh Khalid bersama Ir Akbar Tandjung (google)

SUMUTNEWS.CO – Opini | Sekaget-kagetnya kaget, perginya Saleh Khalid hari ini tgl 2 Agustus 2020 tetap menyentak hati. Saya mengenalnya pertama kali ketika sama-sama menjadi Pengurus Besar HMI periode 1981-1983 yang dipimpin Achmad Zacky Siradj, alumni IAIN Jakarta dan dari orang Garut. Saleh baru saja selesai menjabat Ketua Umum HMI Cab Bogor di tahun 1980. Saya sendiri sebelumnya adalah Wakil Sekjen di era Ketua Umum PB HMI Abdullah Hehamahua (1979-1981).

Di kepengurusan Zacky, saya sebagai Sekjen dan Saleh Khalid sebagai Wakil Sekjen. Hubungan kami sih baik2 saja dan Saleh sudah terlihat kepemimpinannya ketika itu. Hubungan menjadi agak renggang ketika menjelang Kongres ke XV HMI di Medan tahun 1983 karena sdh mulai terbaca yang akan maju menjadi Ketua Umum PB HMI di Medan adalah Saleh Khalid dan Saya.

Bacaan Lainnya

Semula saya tidak menduga bahwa Saleh Khalid akan maju di Kongres Medan, karena posisinya yang Wakil Sekjen, saya lebih cenderung menduga yg akan maju adalah Kurniawan Zulkarnaen ataupun Nitra Arsyad (alm), sama-sama staf Ketua di PB HMI era itu.

Dalam sejarah Kongres HMI tertulis, saya berhadapan dengan Saleh Khalid di Kongres Medan. Dengarnya suara saya peroleh sekitar 130-an dan Saleh sekitar 60-an.

Ternyata di Kongres Medan itu tercatat sebagai Kongres yg membahana, karena koran-koran nasional menyatakan Kongres “menolak” Konsep Asas Tunggal Pancasila. Padahal era itu rezim Orde Baru sedang di puncak-puncaknya kekuasaan.

Jadi hasil Kongres menunjukkan hal yg berlawanan dengan kehendak rezim. Setelah Kongres saya di wawancara seorang wartawan Kompas, dan saya malah balik bertanya padanya kok Kompas selalu menarik meliput Kongres Medan.

Dia menjawab, yang membuat saya kaget, memang sudah diputuskan oleh Dewan Redaksi untuk mengangkat bahwa satu-satunya ormas di Indonesia yang masih demokratis adalah HMI.

Padahal Kongres Medan tidak mungkin dilaksanakan tanpa izin pemerintah. Dan izin pemerintah itu diberikan pemerintah cq Menteri Pemuda/Olahraga setelah ada “deal” antara Ketua Umum PB HMI Zacky dan Menpora Abdul Gafur bahwa Zacky memberi jaminan bahwa Konsep ‘astung’ akan masuk agenda Kongres yang ternyata tdk diterima Kongres karena draft Kongres harus melalui Sidang MPK HMI sebelum Kongres.

Selama periode kepemimpinan saya 1983-1985 yang kemudian menjadi 1983-1986 suasana asas tunggal selalu menjadi aroma kepengurusan. Kenapa sampai 1986? Karena Menpora sdh menyatakan pada saya bahwa HMI tidak akan diberikan izin oleh pemerintah “sampai kiamat” klo tdk ada pernyataan HMI menerima ‘astung’.

Saya tentu tidak mau jadi Ketua Umum HMI sampai kiamat. Karena bagi saya HMI itu seperti ayam yang bertelurkan “telur emas”, jd kader-kader HMI itulah telur emas yang bertebaran mengabdi sesuai tujuan HMI ‘erbinanya insan akademis, yang mencipta dan mengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur Yg diredhoi Allah SWT’.

Akhirnya diputuskan di MPK HMI Ciloto tahun 1985 utk menerima draft tentang astung, dan Islam tetap sebagai sumber nilai organisasi. Kongres akhirnya diberikan izin dan HMI Selamat tidak jadi menerima ancaman dibubarkan, sampai akhirnya pendiri HMI prof Lafran Pane ditetapkan sebagai seorang Pahlawan Nasional.

Sungguh di luar dugaan saya, Saleh khalid ternyata maju lagi, kali ini berhadapan dengan Abidinsyah Siregar (mantan Ketum Badko HMI Sumbagut), dan Saleh Khalid terpilih sebagai Ketua Umum PB HMI 1986-1988.

Selamat jalan saudaraku Saleh khalid, semoga kita diperjumpakan oleh Allah SWT di akhirat nanti dengan penuh kebahagiaan. Aamiin. (Opini Harry Azhar Azis)

Editor : ZAL

Komentar

Pos terkait