SUMUTNEWS.CO – Jakarta | Badan Intelijen Negara seharusnya tidak dibuka dipublik karena melanggar prinsip dasar intelijen. Ungkapan ini disampaikan oleh Akademisi dan Peneliti Pertahanan Connie Rahakundini Bakrie, Minggu (1309/2020)
“BIN memperlengkapi diri dengan punya kapal terbang siluman, kapal selam, mobil mampu melesat seperti petir, dan apa pun yang ingin BIN miliki untuk bisa seperti James Bond sah-sah saja. Tetapi kemudian membukanya ke publik itu jelas melanggar prinsip mendasar intelejen terkait ‘kerahasiaan, kesenyapan dan kesilumanan’ yang menjadi gugur seketika dengan terbukanya alat peralatan tersebut,” tegasnya.
Connie menceritakan pengalamannya dalam pergaulan intelejen internasional.
“Apalagi tentang SDM nya. Ketika saya kuliah di Inggris dan berkesempatan mewawancarai beberapa tokoh MI5 dan MI6, mereka tidak pernah hadir dengan nama mereka. Tapi dengan nama samaran. Jadi sejak rapat dahulu kala sampai sekarang, saya tidak pernah tahu nama selain julukan atau code number para pejabat intelijen Inggris tersebut,” jelasnya.
Kerahasiaan menurutnya sangat penting karena menyangkut keamanan tokoh dan pelaku intelejen.
“Karena semua tokoh dan pelaku intelijen tidak boleh ketahuan nama, wajah dan tugasnya dan itu semata mata demi dan untuk keamanan misi, keamanan diri dan keamanan keluarganya,” ujarnya
Connie sangat menyayangkan sebuah pasukan khusus yang sangat strategis dimiliki oleh BIN dibuka ke publik.
“Sangat disayangkan, BIN yang dikomandani dan dibangun Pak Budi Gunawan dengan dana yang mungkin tidak terbatas karena betul betul ingin dibangun profesional, harus berujung di ‘mentalitas intel melayu’,”
Sehingga prinsip kerahasiaan yang menjadi dasar operasi intelejen menjadi rusak dengan sendirinya.
“Semua alat peralatan semahal apa pun yang dibeli dan angggota yang dilatih dan dididik menjadi percuma dengan membukanya ke dunia luar,” katanya.
Pasukan Diluar Hukum
Terkait Pasukan Khusus Rajawali yang dimiliki BIN, menurut Connie, ditentang dan dipertanyakan oleh Saidiman Suryohadriprodjopendiri yang pernah mendirikan Komando Nasional Resimen Mahasiswa (Menwa),
“Dimana posisinya? Karena jelas di Indonesia, hanya ada dua lembaga yang boleh memiliki kekuatan bersenjata, yakni TNI dan Polri,” ujar Connie.
Berbeda dengan BIN, kedua lembaga TNI dan Polri menurut Connie memiliki mandat konstitusional sebagai kekuatan bersenjata dengan kewenangan ofensif.
“Dengan video tersebut terlihat bukannya membangun organisasi intelijen yang mumpuni, tapi BIN justru bergerak seperti kehilangan arah utamanya dengan munculnya so called pasukan khusus BIN yang belum jelas dasar hukumnya, fungsi dan tugasnya,” katanya.
Untuk itu Connie mengingatkan bahwa BIN tidak bisa memiliki pasukan khusus diluar peraturan hukum dan Undang-Undang yang mengaturnya.
“Intinya punya senjata ya jelas boleh tapi tidak boleh dipamer-pamerkan. Tetapi punya pasukan khusus bersenjata jelas-jelas tidak boleh selama belum ada peraturan hukum dan kedudukan untuk mengaturnya,” tegasnya.
Editor: ARI
Komentar