KOLEGA. ID – Medan | GNPF Ulama Sumatera Utara (Sumut) menilai pemerintah Indonesia harus menyampaikan sikap resmi terkait pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron soal Islam. Menurutnya, sikap resmi pemerintah RI bisa meredam kegelisahan umat Islam Indonesia.
“Teman-teman sudah mulai membicarakannya. Tentu yang pertama kita mengutuk keras lah pernyataan itu dan tentu kita juga meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk ada sikap resmi pemerintah Indonesia terkait pernyataan itu walaupun tidak sampai memboikot, sikap resmi itu akan menghilangkan keresahan umat,” ujar Wakil Ketua GNPF-U Sumut Tumpal Panggabean kepada wartawan, Senin (26/10/2020).
ia menilai idealnya pemerintah lebih dulu menyampaikan sikap. Jika pemerintah sudah menyampaikan sikap resmi, kata Tumpal, masyarakat mungkin tak akan turun ke jalan memprotes pernyataan Macron.
“Yang sering terlambat, pemerintah tidak hadir atas keresahan-keresahan tentang yang mendiskreditkan Islam. Idealnya kan pemerintah duluan hadir sebelum masyarakat meluapkan keresahan tersebut, sehingga tidak perlu aksi turun ke jalan atau memboikot jika pemerintah sudah hadir,” tuturnya.
Tumpal mengatakan umat Islam tak mungkin membiarkan agamanya dihina di manapun. Menurutnya, sejumlah ormas Islam di Sumut bakal berembuk membahas sikap terkait pernyataan Macron.
“Kalau pemerintah tidak bersikap dengan situasi ini, tentu umat Islam yang akan berembuk. Tidak mungkin kita biarkan juga penghinaan terhadap Islam di belahan bumi mana pun tanpa merespons apapun,” ujarnya.
Penggambaran Nabi Muhammad sangat menyinggung bagi umat Islam karena tradisi Islam secara eksplisit melarang gambar Muhammad dan Allah. Namun, sekularisme negara–atau lacite–adalah pusat identitas nasional Prancis. Membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu, menurut negara, merusak persatuan.
Sebelumnya, Macron mendapat kecaman dari negara-negara Arab dan berpenduduk muslim terkait ucapan soal Islam. Sejumlah toko di Kuwait, Yordania dan Qatar telah menarik produk Prancis sebagai bentuk protes terhadap Macron. Demonstrasi memprotes pernyataan Macron juga terjadi di Libya, Suriah, dan Palestina.
Reaksi negatif tersebut berawal dari komentar Macron setelah terjadi pembunuhan seorang guru Prancis yang mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas. Macron berkata guru itu, Samuel Paty, “dibunuh karena para Islamis menginginkan masa depan kami”, tetapi Prancis “tidak akan menyerahkan kartun kami”.
Penggambaran Nabi Muhammad sangat menyinggung bagi umat Islam karena tradisi Islam secara eksplisit melarang gambar Muhammad dan Allah. Namun, sekularisme negara–atau lacite–adalah pusat identitas nasional Prancis. Membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu, menurut negara, merusak persatuan.
Pada hari Minggu, Macron menegaskan kembali pembelaannya terhadap nilai-nilai Prancis dalam sebuah tweet yang berbunyi: “Kami tidak akan menyerah, selamanya.”
Selain itu, Macron pernah membuat pernyataan kontroversial lain terkait Islam. Seperti dilansir AFP, Jumat (2/10), Macron dalam pidatonya menegaskan ‘tidak ada konsesi’ yang akan dibuat dalam upaya baru untuk mendorong agama keluar dari sektor pendidikan dan sektor publik di Prancis.
“Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia saat ini, kita tidak hanya melihat ini di negara kita,” ucap Macron.
Dia mengumumkan bahwa pemerintah akan mengajukan sebuah rancangan undang-undang (RUU) pada Desember mendatang, untuk memperkuat undang-undang (UU) tahun 1905 yang secara resmi memisahkan gereja dan negara di Prancis. Langkah-langkah tersebut, kata Macron, ditujukan untuk mengatasi persoalan tumbuhnya radikalisasi Islam di Prancis dan meningkatkan ‘kemampuan kita untuk hidup bersama’.
Dikutip dari detik.com
Editor: ARI
Komentar