SUMUTNEWS.CO – Jakarta | Pemohon uji materi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mencabut gugatan dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (12/11).
Gugatan itu sebelumnya diajukan pemohon bernama Zakarias Horota, Agustinus R. Kambuaya, dan Elias Patege yang teregistrasi dalam perkara nomor 95/PUU-XVIII/2020.
Hakim MK Arief Hidayat awalnya mengonfirmasi kepada pihak kuasa hukum pemohon, Dimas, tentang surat pencabutan
“Dalam surat ini Saudara menyatakan prinsipal memberi kuasa untuk mencabut permohonan 95 ini, betul?” tanya hakim.
Dimas melalui konferensi video dalam persidangan membenarkan hal tersebut. Namun ia tak menjelaskan alasan pencabutan.
“Jadi belum sidang pendahuluan sudah dicabut ya. Secara sah baik melalui surat atau depan sidang telah dinyatakan untuk dicabut. Kalau gitu Saudara pemohon bisa meninggalkan sidang ini,” ucap hakim.
Dalam gugatan uji formil, pemohon mempersoalkan proses pembentukan UU yang dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sementara dalam uji materinya, pemohon mempersoalkan salah satunya soal proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang diatur dalam UU Cipta Kerja.
Hakim kemudian melanjutkan gugatan uji materi UU Cipta Kerja lain yang diajukan lima orang pemohon yakni Hakiimi Irawan, Novita Widyana, Elin Dian, Alin Septiana, dan Ali Sujito.
Pemohon Hakiimi yang sedang mencari kerja dengan pengalamannya sebagai teknisi dan Novita pelajar SMK merasa dirugikan dengan Pasal 81 UU Cipta Kerja yang mengatur terkait Perjanjian Waktu Tertentu (PKWP) atau pekerja kontrak.
“Hal ini menghapus kesempatan warga negara untuk mendapatkan perjanjian kerja dengan waktu tidak tertentu atau pekerja tetap,” kata kuasa hukum pemohon, Firda Reza Athariq melalui konferensi video.
Sedangkan Elin, Alin dan Ali merupakan peserta didik. Mereka merasa dirugikan dengan ketentuan mengenai institusi pendidikan di Kawasan Ekonomi Khusus dalam Pasal 150 UU Cipta Kerja.
Pasal itu dikhawatirkan dapat mengkapitalisasi pendidikan karena dilibatkan dalam kegiatan industri dan ekonomi. Langkah ini juga dinilai dapat mengabaikan hak pemohon yang dilindungi Pasal 28D Ayat 1, Pasal 28C Ayat 1 dan Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945.
“Tiga pemohon telah dilanggar hak konstitusionalnya untuk mendapat kepastian hukum yang adil untuk mengembangkan diri serta berhak mendapatkan pendidikan dari ilmu pengetahuan dan teknologi,” jelasnya.
Tim kuasa hukum juga menyinggung perubahan halaman naskah UU Cipta Kerja yang dinilai melanggar Pasal 20 Ayat 4 dan Pasal 72 Ayat 2 UU Nomor 15 Tahun 2019.
Dalam aturan tersebut seharusnya draf hanya boleh diubah untuk perkara teknis, seperti salah tulis atau aturan halaman, setelah disahkan di sidang paripurna.
Namun menurutnya, draf terbaru yang berjumlah lebih dari 1.000 halaman memiliki sejumlah perubahan kata atau frasa dalam pasal atau ayat yang mengubah makna aturan tersebut.
Atas pertimbangan tersebut, pemohon meminta MK membatalkan UU Cipta Kerja.
Dikutip dari cnnindonesia
Editor: ARI
Komentar