SUMUTNEWS.CO – Opini | Rektor adalah jabatan struktural, dengan berbagai organ dibawahnya, mulai Wakil Rektor, Kepala Biro dan seterusnya. Jabatan Rektor merupakan pekerjaan tambahan dari seorang Dosen yang menjandang jabatan fungsional mulai Asisten Ahli, Lektor, Lektor Kepala dan Profesor.
Sebagai Rektor seharusnya lebih mengedepankan kebijakan sebagai Penyelenggara Negara di lembaga Pendidikan Tinggi. Dikedepankan tidak saja aspek akademis, tetapi juga aspek ketenangan, pengayoman, kepatutan, non diskriminatif, dan menghindari arogansi kekuasaan.
Rektor USU Prof Runtung, telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor, 82/UN5.IR/SK/KPM/2021 Tentang Penetapan Sanksi Pelanggaran Norma, Etika Akademik/Etika Keilmuan dan Moral Sivitas Akademika Atas Nama Dr.Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, Dalam Kasus Plagiarisme. SK diterbitkan 14 Januari 2021, seminggu sebelum masa jabatan Prof.Runtung berakhir.
Keputusan Rektor itu, pada diktum ketiga adalah _“Menghukum Dr.Muryanto Amin, S.Sos,M.Si penundaan kenaikan pangkat dan golongan selama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal keputusan ini dikeluarkan_”
Ada beberapa catatan penting dari kebijakan Rektor USU Prof.Runtung dengan menerbitkan Keputusan tersebut.
Pertama Sebagai Rektor yang punya atasan Mendikbud cq Dirjen Dikti, apakah sebelum menerbitkan keputusan sudah dikonsultasikan, mengingat Dr.Muryanto Amin, adalah Calon Rektor terpilih. Apalagi jabatan Rektor itu akan segera berakhir 21 Januari 2021.
Kedua Apakah Rektor Prof.Runtung tidak memperhitungkan penerbitkan Sanksi itu menimbulkan spekulasi bahwa ada “Motivasi” untuk menggagalkan pelantikan Rektor baru?
Ketiga Apakah Tim Komite Etik USU, personalianya benar-benar independen. Sebab secara administartif terlihat jelas, bahwa Tim Etik USU masa tugas sebelumnya adalah 3 tahun ( 2017 s/d 2019), dan pengangkatan berikutnya akhir tahun 2020, dengan periode yang berbeda yaitu 2020-2023 ( 4 tahun), bersamaan dengan mencuatnya kasus dugaan plagiat.
Keempat Ketua Komite Etik USU, yang ditunjuk terindikasi tidak independen, karena dalam pemilihan Rektor baru, yang bersangkutan adalah pemilih calon kalah satu paket dengan calon Rektor Prof. Runtung. Ketua Komite Etik itu juga adalah Pejabat USU yang mengajukan Judicial Review PP/Satuta USU, agar umur / usia jabatan Rektor diperpanjang menjadi 65 tahun, yang sudah ditolak MA.
Kelima Ketua Komite Etik USU adalah Dekan di salah satu fakultas, yang tidak akan bebas nilai dalam malakukan tugasnya. Seharusnya Dosen Guru Besar Senior, yang tidak duduk dalam jabatan struktural, disegani, dan track recordnya terjamin.
Keenam seharusnya Rektor Prof.Runtung dapat menahan diri, dengan cara menyerahkan penyelesaian persoalannya pada Kementerian,. Mengingat waktu pelantikan semakin dekat. Supaya tidak menimbulkan kegaduhan.
Biarlah nanti Menteri yang memutuskan apa langkah dan kebijakana selanjutnyqa. Apalagi soal _Self-plagiarism_ perlu pendalaman lebih lanjut, apakah masuk plagiat atau diluar plagiat.
Ketujuh MWA tidak boleh terpengaruh dengan keputusan Rektor, karena itu bukan ranah MWA. Tugas MWA diharapkan dapat segera melaksanakan kewajibannya untuk melaksanakan Pelantikan Rektor baru dan berkonsultasi dengan Mendikbud untuk waktu pelantikan.
Dengan ketujuh catatn diatas, mari kita alumni USU melihat persoalan yang dihadapi USU kita sikapi dengan bijak. Memberi dorongan dan semangat pada MWA untuk bekerja secara profesional, dan menyelesaikan masalah tanpa masalah.
Kita tidak ingin kasus dugaan plagiat ini, menjadi area politik balas dendam. Jika Muryanto sudah dilantik, lakukan langkah konsolidasi dengan mengajak semua pihak sivitas akademika, sesuai dengan peran dan kahlian mereka masing-masing. Hilangkan berbagai “faksi-faksi” yang ada. Semuanya tertuju pada satu faksi yaitu USU Berjaya. Jika tidak mau bekerjasama dan menjadi noise, tinggalkan.
Cibubur, 16 Januari 2021
Aktivis IKA USU/Dosen FISIP UNAS
Oleh : Dr.Drs. apt. Chazali H. Situmorang, M.Sc
Komentar