SUMUTNEWS.CO – Jakarta | Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta menduga aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Tengah, merupakan bentuk balas dendam atau perlawanan yang dilakukan oleh kelompok teroris kepada kepolisian. Pasalnya, penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian sedang intens memberantas jaringan terorisme.
“Model ini terjadi lagi mengingat penegak hukum sedang sangat intens memberantas jaringan teror, sehingga aksi ini terjadi kemungkinan sebagai bentuk balas dendam atau perlawanan,” katanya melalui keterangan tertulis yang diterima Kolega.id, Minggu (28/03/2021).
Selain itu, menurut Stanislaus aksi teror itu juga sebagai bentuk reaksi karena semakin terdesaknya kelompok tersebut oleh aparat keamanan, sehingga pilihan bunuh diri diambil sebagai jalan terakhir daripada tertangkap.
“Tujuan lainnya terutama bagi kepentingan kelompok ini adalah sebagai pesan untuk menjukkan mereka masih eksis.
Bila dilihat dari karakteristik model aksinya, Stanislaus juga menduga pelaku bom bunuh diri di Gereja Kartedral Makasar itu kemungkinan besar berasal dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
“Dugaan kuat pelaku berasal dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah. Perkiraan ini berdasar atas model aksi yang sama dengan aksi di Gereja Surabaya (2018) yang dilakukan oleh jaringan JAD,” terangnya.
“Selain itu aksi di Gereja Makasar modelnya juga sama dengan aksi bom bunuh diri di Gereja Katolik Jolo Filipina (2019) yang dilakukan oleh anggota JAD dari Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, ledakan bom terjadi di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/03/2021) sekitar pukul 10.20 WITA.
Akibat ledakan itu, ada 14 orang yang mengalami luka. Para korban rata-rata mengalami luka di bagian leher, dada, muka tangan dan kaki.
Editor: Why
Komentar