Ditengah-tengah asiknya mencuci baju dan mendengarkan radio pagi ini tiba-tiba aku teringat sesuatu dan langsung bergegas masuk ke kamarku dan mencari handphone yang sedang ak charger di atas meja belajar, setelah semalaman kehabisan baterey karena mengikuti webinar sampai ketiduran. Sambil menekan tombol power aku menoleh berusaha melihat jam dinding berwarna biru yang tepat berada di sebelah kiri meja belajarku.
“astaga sudah jam 09.00”
Gumamku dalam hati sambil menggenggam erat handphone yang baru menyala tanpa melepas charger dan terus menatapnya karena tak kunjung menyala secara sempurna. Sembari menunggu handphoneku menyala sempurna aku bergegas mencari buku diantara tumpukan berkas-berkas LPJ-an yang masih bertuliskan revisi, belum juga aku menemukan buku yang aku cari sudah terdengar suara perempuan yang nyaring di belakang rumah.
“kkaakkakk ini siapa yang mau lanjutin cuci bajunya, sudah tau rumah sempit masih saja menaruh barang sembarangan” suara yang sangat nyaring yang mungkin saja bisa di dengar oleh orang sekampung.
aku menjawab dengan suara lantang dari dalam kamar “iya sebentar, ini lagi” belum juga aku selesai menjawab sudah terdengar suara lagi
“lagi apa di dalam kamar? Lagi main hp ya? ya terusin aja hp an terus lupa makan lupa mandi lupa cuci baju” suara Ibuku yang terdengar semakin nyaring diluar sana.
“hmm dikira HP-an itu main game” gumamku dengan nada lirih sambil memegang buku Hukum Ekonomi Syariah, Mardani 2011.
Dengan terus menggeser layar hp untuk mencari aplikasi whatsapp dan membuka grup kelas yang sudah berada dipaling atas yang menunjukan angka 35, menandakan sudah ada 35 pesan yang masuk dalam grup tersebut tanpa pikir panjang aku langsung membuka grup dan membaca pesan terbaru yang baru saja masuk dalam grup yang bertuliskan:
“absen di tutup bagi yang terlambat tetap bisa mengikuti perkuliahan hari ini, tetapi dianggap bolos” pesan yang dikirim oleh DR. Hamdan Asadli, M.H selaku dosen pada matakuliah Muamalah. Dengan memberanikan diri aku mengirim pesan di grup yang bertuliskan:
“mohon maaf Bapak saya terlambat karena terkendala oleh signal” dengan perasaan yang tak karuan yang melihat tulisan DR. Hamdan asadli M. H sedang mengetik sambil berharap alasanku kali ini berhasil.
“apapun alasannya yang terlambat tetap dianggap bolos” pesan yang masuk dalam grup. “kenapa tidak berhasil padahal alasan ini sudah di pakai oleh teman-temanku dan selalu berhasil” gumamku kesal dalam hati sambil mengetik pesan bertulis: “iya Bapak terimakasih” yang aku kirim ke grup.
Belum juga rasa kesalku hilang sudah terdengar suara anak laki-laki kelas 5 SD “kak aku pinjam hpnya aku ada kelas Bahasa Indonesia hari ini” sambil mengulurkan tangannya.
“Tidak bisa dek kakak juga lagi ada kelas sekarang dan sudah mulai” jawabku sambil menjauhkan hp dari tangan adikku satu-satunya itu.
“ayolah kak sebentar cuma buat absen 5 menit, kalau ndak absen nanti aku di hitung bolos” jawabnya sambil melangkah maju dan mengulurkan tangannya lagi.
“kok cuma absen emang kamu gak ngikuti penjelasan gurumu?” jawabku dengan nada heran
“ngapain ikut kan gurunya gak tau aku ngikutin apa enggak, ngikutinnya nanti setelah kelas selesai kan bisa yang penting absennya, sini hp nya pinjem” sambil terus mengulurkan tangannya
“gak bisa dek, kakak juga ada pelajaran sekarang, kakak uda di hitung bolos setidaknya waktu tanya jawab kakak harus aktif diskusi untuk ganti nilai bolos hari ini, udah sana-sana” sambil mendorong adikku untuk keluar kamar dan aku menutup pintu.
“kakak pinjemin hpnya, adik mau ada kelas” suara nyaring itu terdengar lagi dari luar sana.
“kakak sama juga ada kelas buk sekarang” jawabku sambil menatap hp dan memegang buku.
Tak lama kemudian terdengar suara tok tok tok “kak pinjemin hpnya sebentar jangan pelit” suara ibuk didepan pintu.
“tapi kakak juga ada pelajaran buk sekarang, gimana dong? Masak kak gak ngikutin pelajaran?” jawabku kesal sambil membuka pintu dan membiarkan Ibu masuk ke kamar dan kami duduk di tempat tidurku yang berwarna biru.
Sambil memegang pundakku “nak kita harus sabar nanti kalau Ibu sudah dapat rejeki lebih Ibu belikan hp yang baru lagi, biar kalian bisa mengikuti pelajaran daring secara maksimal kalau untuk sekarang penjualan di Pasar lagi sepi akibat covid” kata Ibu dengan nada lirih membuat suasan semakin haru membuat aku merasa bersalah.
“bu kenapa kita tak dapat bantuan covid, padahal di TV katanya ada bantuan untuk orang-orang yang terkena dampak pandemi covid-19, kenapa? Padahal jelas ibu juga terdampak, jualan ibu di pasar menjadi sepi pembeli sejak adanya pedagang yang positif kemarin. Kenapa mbah marsinah dapat bantuan covid padahal jelas mbah marsinah tidak terdampak hanya saja dia lansia dan anak-anaknya tinggal jauh, kenapa bu siti juga dapat bantuan covid padahal dia sehat dan bekerja juga sudah mendapat bantuan lain, apa karena bu siti masih keluarga dengan pegawai desa bu? yang paling aneh pak hari juga mendapat bantuan covid padahalkan sudah meninggal lama, apa bantuan itu juga berlaku bagi orang yang sudah meninggal bu?” sambil memegang tangan Ibu dan tetap memegang handphone.
“sudahlah nak lupakan itu mungkin bukan rejeki kita” Ibu berusaha membuang rasa curigaku sambil tersenyum dan “tok tok tok” terdengar suara pintu di ketuk, sambil berjalan keluar kamar terdengar suara “bu di cari pak RT” teriak anak laki-laki di luar rumah. “iya sebentar” jawab Ibu sambil berjalan ke teras rumah, sedangkan aku tetap di posisi duduk di atas tempat tidur sambil memegang hp.
Tak lama kemudian Ibu kembali ke kamarku dan duduk disebelahku sambil berkata “nak ini mungkin memang sudah rejeki kalian, nanti kalau sudah dapat ibu belikan hp untuk kalian sekolahnya gak rebutan hp lagi, kalian tetap harus pintar dan semangat belajar walaupun hanya melalui Hp” sambil memberikan surat undangan penerima bantuan langsung tunai kepadaku.
Mar’atul Khanifah ,
Penulis Merupakan Mahasiswa Ekonomi Syariah, IAIN Kediri
Editor : ZAL
Komentar