SUMUTNEWS.CO – Jakarta | Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan kondisi hukum di Indonesia kacau balau. Hal itu disebabkan lantaran masih banyak nafsu dan keserakahan dalam diri oknum penegak hukum.
Padahal, kata Mahfud, sistem hukum yang dibuat di negara ini menurut dia sudah cukup bagus.
“Merekayasa pasal, buang barang buktinya, dan macam-macam [modusnya]. Karena hukum bisa diindustrikan,” kata Mahfud saat menjadi pembicara kunci peluncuran 28 buku di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Rabu (02/09/2020).
Dari sinilah, banyak pemain yang terjun dalam industri hukum, misalnya, kata Mahfud, para oknum hakim yang tak segan memilih aturan perundang-undangan yang digunakan untuk menjerat salah satu pihak demi memenangkan pihak lainnya.
“Maka kalau ada orang yang bertengkar, mau menang, oknum hakim bisa tahu pihak mana yang mau dimenangkan. Ia bisa memilih undang-undang, dan pasal-pasal yang cocok bagi pihak yang mau dimenangkan,” kata Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud menilai pembenahan mestinya bukan dilakukan terhadap sistem, tetapi moral dari para penegak hukum.
Selain itu, dia juga mengatakan penting bagi lembaga peradilan saat ini untuk menegakkan sanksi moral atau otonom terkait berbagai persoalan yang berada di luar norma hukum.
Sebab katanya, dalam lembaga hukum manapun, nafsu dan sikap koruptif akan muncul. Ia pun menganjurkan penerapan sanksi sosial bagi para oknum ini.
“Di situlah letak moral dan kearifan ditempatkan. Kebaikan yang melekat dalam sistem hukum, selalu akan ada nafsu koruptif dan keserakahan para pelaksananya. Tinggal konsistensi serta sanksi moral dan otonom inilah yang menjadi amat penting,” ujarnya.
Diketahui, kasus hukum yang menjerat penegak hukum yang belakangan terjadi di antaranya ialah kasus Jaksa Pinangki, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Irjen Napoleon Bonaparte yang disangkakan menerima aliran dana dari Djoko Tjandra.
Editor: Why
Komentar